Selasa, April 23, 2024
UNISM

FCTC: SOLUSI TERBAIK MENANGGULANGI PERMASALAHAN ROKOK DI INDONESIA

Tahun 2017 hangat dibicarakan mengenai perencanaan kegiatan pameran alat produksi rokok atau WTPM (World Tobacco Process and Machinery) yaitu memperkenalkan alat-alat produksi rokok yang canggih yang akan dipamerkan di Indonesia. WTPM merupakan kelanjutan dari WTA (World Tobacco Asia) yang diselenggarakan pada tahun 2012.

Produksi rokok atau tembakau dan konsumsi rokok menimbulkan polemik di masyarakat. Satu sisi, rokok sangat lekat di masyarakat. Di sisi lain, tidak sedikit juga yang menentang dengan keberadaan rokok ini. Tembakau masih merupakan masalah global Sedikitnya 5 juta orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan tembakau setiap tahunnya. Jumlah ini akan mencapai 10 juta pada tahun 2030 dimana 70% kematian terjadi di Negara-negara berkembang.[1]

Indonesia merupakan Negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan prevalensi perokok yaitu 36,1%. Pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang.[2] Pada tahun 2010, diperkirakan 384.058 orang di Indonesia menderita penyakit terkait konsumsi tembakau. Total kematian akibat konsumsi rokok mencapai 190.260 atau 12,7% dari total kematian pada tahun 2010. Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit stroke, jantung koroner, serta kanker trakea, bronchus dan paru.[3]

Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara atau satu-satunya Negara Asia Pasifik dan anggota OKI (Organisasi Kenferensi Islam) yang belum tergabung dalam FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).[1] Pengendalian tembakau di Indonesia mengalami perdebatan panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai pada dampak antirokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Dengan alasan besarnya devisa yang diberikan oleh perusahaan rokok dan perdebatan panjang tersebut membuat pemerintah Indonesia masih menunda menandatangani dan meratifikasi FCTC.[4]

Merokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu secara terus menerus diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, politik, utamanya aspek kesehatan. Dari aspek kesehatan, rokok mengandung 4000 zat kimia berbahaya bagi kesehatan, seperti Nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang berifat karsinogenik, bahkan juga formalin. Beberapa penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti Emfisema, kanker paru, bronchitis kronis dan penyakit paru lainnya. Dampak lainnya yakni terjadinya penyakit jantung koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah pada bayi ibu perokok, keguguran dan bayi lahir mati.[2]

Upaya pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan di Indonesia, saat ini memiliki kekuatan berupa Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.[5]

Selain itu kebijakan dalam penyediaan dana bagi pengendalian tembakau yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dan pengaturan pajak rokok yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga merupakan kekuatan yang dimiliki pemerintah. Namun upaya tersebut mendapat ancaman dari maraknya iklan rokok di media penyiaran dan media luar ruang, pemberian sponsor oleh industri rokok. Ancaman lainnya adalah adanya peningkatan prevalensi merokok dan jumlah batang rokok yang dikonsumsi di Indonesia yang telah berjalan lama dan sangat intensif.[5]

FCTC berdasarkan tujuannya yaitu melindungi generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan konsekuensi ekonomi dari konsumsi tembakau serta paparan terhadap asap tembakau. FCTC telah menjadi hukum internasional, 143 negara telah meratifikasinya, termasuk Negara-negara penghasi tembakau terbesar di dunia. Beberapa ketentuan pokoknya yaitu mensyaratkan negara anggota FCTC melaksanakan larangan total terhadap semua jenis iklan, pemberian sponsor dan promosi produk tembakau secara langsung maupun tidak langsung, menerapkan kawasan tanpa rokok secara total, mensyaratkan agar sedikitnya 30% dari permukaan kemasan rokok digunakan label peringatan kesehatan dengan menggunakan gambar dalam kurun waktu 3 tahun dan mengharuskan peringatan tersebut diganti-ganti setiap kali, dan menaikkan pajak tembakau.[1]

FCTC jelas ditentang oleh industri tembakau. Mereka menyatakan bahwa FCTC adalah obsesi Negara maju yang dipaksakan kepada Negara berkembang. Mereka menyatakan bahwa FCTC hanya akan merampas hak pemerintah dalam menentukan kebijakan pengendalian dampak tembakau nasional. Selain itu, mereka secara terus menerus menakut-nakuti pemerintah bawa FCTC akan merusak tatanan ekonomi, tanpa mengindahkan penemuan Bank Dunia yang menyatakan bahwa pengendalian dampak tembakau berdampak baik untuk kesehatan dan ekonomi.[1]
FCTC telah berkontribusi dalam mengubah persepsi masyarakat tentang tembakau dan perlunya memiliki Undang-undang serta peraturan yang kuat untuk mengendalikan penggunaan tembakau. Sampai saat ini FCTC telah memberikan dorongan baru untuk membuat undang-undang nasional dan upaya-upaya untuk mengendalikan dampak tembakau.[1] Berdasarkan aspek yang ditimbulkan dari bahaya tembakau dan upaya pengendalian tembakau melalui FCTC, hal ini merupakan solusi yang harus di implementasikan dalam kebijakan pemerintah secara komprehensif agar pengendalian dapat dilakukan secara total dan dampak yang ditimbulkan akibat tembakau khususnya dari aspek kesehatan dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan.

 

DAFTAR PUSTAKA
1. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI). Framework   Convention on Tobacco Control (FCTC). 2011
2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. 2011
3. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI). Atlas tembakau Indonesia 2013.
4. Supriyadi A. Kawasan tanpa rokok sebagai perlindungan masyarakat terhadap paparan asap rook untuk mencegah penyakit terkait rokok. Skripsi. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. 2014.
5. Peraturan Menkes RI nomor 40 tahun 2013 tentang Peta jalan pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan

 

(Dipublikasikan dalam Berkala Ilmiah Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol. 6 No. 1 Tahun 2017)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow by Email
Instagram
Telegram
WhatsApp
Tiktok